Kamis, September 18, 2008
Allah mengaduk-aduk hati kami
Senin, September 08, 2008
Bumiayu ... No Place Like Home
Mendekati lebaran, khusuknya ibadah puasa mulai terusik. Mulai dari memikirkan baju baru, mempersiapakn kue lebaran, atau mudik bagi yang kerja di luar kampung halaman. Tradisi mudik sudah menjadi kegiatan rutin tahunan yang ada hanya di Indonesia setiap lebaran tiba. Perlu persiapan biaya, pikiran dan tenaga agar perjalanan untuk menemui orang tua atau handai taulan, bisa berjalan lancar. Untuk sebagian orang momen seperti ini memang sudah ditunggu-tunggu, mudik bisa menjadi motivasi pembuktian keberhasilan seseorang setelah bekerja keras selama bertahun-tahun di tanah rantau.
Bagiku, mudik berarti ketemu orang-orang yang paling aku cintai dan sayangi. Ketemu sama Bapak dan Mamah adalah karunia yang tak terhingga. Bercengkarama dengan mas, mbak dan adik-adik adalah momen luar biasa dan bertemu dengan saudara dan teman-teman masa kecil adalah kenangan sangat indah .. Makan sogol, mendoan, kupat tahu, petis adalah Mak nyuss....
Mungkin ada bermacam alasan lain untuk mudik dan alasan lain aku mudik, karena Bumiayu rasanya tidak bisa tergantikan .. No place like home ...
Catatan : Mudik kali ini adalah mudik kali pertama untuk anak keduaku, Faza
Kamis, September 04, 2008
Bioskop Sena
Bioskop Sena pernah mencapai puncaknya ketika belum muncul VCD Player dan televisi swasta sekitar tahun 1985 ke bawah. Penonton selalu memadati bioskop yang ada satu-satunya di kota Bumiayu waktu itu. Untuk Film best seller, bisa dipastikan penonton akan kesulitan mendapatkan tiket dan itu berarti surga bagi para calo tiket seperti ; Kardi, Koco, Wardi, Penjol, Karjon, Sisho dan lain-lain. Dengan modal tenaga, mereka bisa meraup pundi-pundi rupiah yang sangat lumayan waktu itu.Pundi-pundi itu akan semakin besar bila diputar film mid-night.
Untuk anak-anak kecil yang pengin nonton, kadang mereka ikut orang dewasa yang akan masuk ke bioskop meskipun tidak kenal. Kalau mujur, mereka bisa lolos, kalau penjaga semacam Bah Beger, Pak Dukro atau Maliki telilti, mereka bakal dibentak untuk keluar.Karena ketatnya penjagaan, Urip Sanud, tetanggaku yang sekarang jadi guru fisika, punya rencana yang persis dengan Ikal, Jimbron, dan Arai dalam buku Sang Pemimpi. Urip masuk bioskop ketika bioskop dibersihkan. Sebelum Bapak yang menyapu itu menutup pintu, Urip menyelinap masuk dan sembunyi di bawah bangku. Tapi celakanya karena alasan teknis, bioskop tidak jadi diputar. Terkurunglah Urip selama hampir 10 jam. Urip menangis sejadi-jadinya dan minta dibukakan pintu.
Hampir seperti bioskop-bioskop yang lain di Indonesia, Bioskop Sena tidak bisa mengikuti persaingan dengan televisi swasta dan maraknya VCD Player. Bioskop yang penuh kenangan itu hampir ambruk dalam arti yang sebenarnya. Gedung yang besar dan luas itu terlihat kusam dan tinggal menunggu waktu saja ...